Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1.000 hari pertama kehidupan.
Ini akan berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk penanganan stunting, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait gizi seimbang dan menjaga kebersihan lingkungan, oleh perguruan tinggi.
Sasarannya kepada orang tua bayi dua tahun (baduta).
Inilah yang dilakukan Tim Riset Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta berkolaborasi dengan dosen serta mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Mataram (FIK Ummat), Selasa (6/8).
Wakil Dekan I FIK Ummat apt Cahaya Indah Lestari mengatakan, kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan di Kelurahan Denggen, Wilayah Kerja Puskesmas Denggen, Kecamatan Selong Lombok Timur (Lotim).
“Sasaran pengabdian ini merupakan ibu dengan anak yang terindikasi stunting sebanyak 35 orang ibu dan baduta,” jelasnya.
Kegiatan dimulai jam 07.00-14.00 Wita.
Mencakup skrining baduta, dengan melakukan pengukuran panjang badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala.
Skrining Ibu, meliputi pemeriksaan berat badan dan tekanan darah.
Pemeriksaan langsung dilakukan oleh ahli gizi, bidan dan kader wilayah Puskesmas Denggen.
Selanjutnya peserta pengabdian mengisi kuisoner (pretest).
Dr Falahuddin selaku ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) NTB menyampaikan informasi terkait aspek kesehatan bayi terdapat dalam Alquran surat An-Nisa: 9, yang menyatakan adanya seruan untuk memberikan ASI selama dua tahun.
Hal ini mengajarkan bahwa kesehatan bayi menjadi sebuah prioritas bagi orang tua, agar terhindar dari stunting, serta menjamin tumbuh kembang anak dengan kasih sayang.
“Selain itu Allah SWT meminta kita untuk berubah, karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya, hal ini berkaitan dengan kesadaran terhadap kesehatan terutama anti stunting, sehingga dapat menjadi bagian dari kekuatan motivasi agar lebih baik ke depannya dalam surat Al-Anfal:53,” terangnya.
Kemudian, materi tentang anti stunting dalam prespektif kesehatan disampaikan oleh apt Ginanjar Zukhruf Saputri dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Ia menyebut, pentingnya pemberian edukasi serta sosialisasi tentang stunting kepada masyarakat diharapkan dapat menurunkan percepatan angka stunting sesuai, dengan harapan Pemprov NTB menjadi 14 persen pada tahun 2024, tentunya melalui kerja sama dan kolaborasi pihak-pihak terkait.
“Melalui pendidikan sekolah anti stunting, kami berharap masyarakat menjadi lebih sadar pentingnya pencegahan stunting, dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas anak bangsa serta memberikan kontribusi dalam menciptakan generasi emas NTB,” tegasnya.
Sebagai informasi, prevalensi kejadian Stunting di NTB berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 sebesar 24,6 persen menempati posisi 16 Nasional tertinggi angka Stunting. Angka ini menurun 8,1 persen dari 32,7 persen pada tahun 2022.
Stunting disebabkan berbagai faktor yaitu kekurangan gizi selama kehamilan, kekurangan gizi pada bayi.
Selain itu tingginya angka stunting dari bayi yang terlahir normal, namun tumbuh dengan kekurangan asupan gizi, karena tidak dapat ASI dengan baik dan asupan makanan, selama proses pertumbuhan dan perkembangan baduta.
Kegiatan selanjutnya diisi dengan diskusi, didampingi fasilitator dari dosen FIK Ummat serta kader wilayah kerja Puskesmas Denggen membahas tentang simulasi PHBS Cuci Tangan dan Gizi Seimban.
Diskusi terkait kendala dan harapan ibu dalam program percepatan penurunan stunting dan sesi akhir pendidikan sekolah anti stunting adalah pengisian kuesioner (postest) menjadi penutup kegiatan.